Rabu, 20 Juli 2011

Aktivis: APP Tetap Babat Hutan Alam


Asia Pulp and Paper (APP) melancarkan kampanye internasional untuk menunjukkan bahwa perusahaan di bawah grup Sinar Mas ini peduli terhadap lingkungan. Namun menurut Hariyansyah Usman dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, kenyataan di lapangan adalah sebaliknya.
Hariyansyah mengatakan, di Riau perusahaan di bawah APP yang giat mengelolah bahan baku menjadi kertas dan bubur kertas adalah PT IKPP (Indah Kiat Pulp & Paper). Pemasoknya antara lain adalah PT Arara Abadi sebagai perusahaan HTI (Hutan Tanaman Industri). Selain itu, tambahnya, ada beberapa perusahaan pemasok lain yang juga di bawah IKPP tadi."Saat ini kapasitas pabrik pulp-nya itu sudah mencapai 2 juta ton per tahun," kata Hariyansyah.
Deforestasi
Ditanya mengenai kampanye APP yang ingin tampil sebagai pencinta lingkungan hidup, Hariansyah mengatakan, itu hak mereka dan sah-sah saja. Tapi ia menambahkan, mereka tetap berkontribusi terhadap pembabatan hutan di Riau. "Mereka juga berkontribusi terhadap penghancuran kawasan-kawasan gambut yang ada di Riau."Ini semua, tambah Hariyansyah, menyebabkan pengeringan gambut dan bencana asap, yang belakangan sering melanda kawasan di Sumatra ini.
Hutan alam
Hariyansyah menambahkan pula, penyebab deforestasi ini antara lain karena permintaan terhadap produk kertas melebihi tawaran. "Mereka butuh lebih kurang sembilan juta meter kubik bahan baku"Untuk memenuhi itu, maka mereka tidak bisa hanya mengandalkan HTI saja. Hutan alam pun terpaksa diganggu. "Hampir mencapai lima puluh persen bahan baku kertas itu disuplai dari hutan alam," katanya.Hal ini bertentangan dengan apa yang ditulis di label APP, bahwa mereka seratus persen menggunakan bahan baku HTI.Hutan alam yang dibabat terletak di berbagai daerah atau distrik dan kabupaten. "Ada di Rokan Hilir, Bengkalis, Siak, Pelalawan, Indragiri Hulu dan Kuantan Sengingi.

Walhi Anggap Pusdakarhutla Riau Mandul

PEKANBARU - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Hariansyah Usman menganggap, Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Pusdakarhutla) Riau mandul, tak bisa melaksanakan peran dan fungsinya. Harusnya, sebagai lembaga yang pengendali, Pusdakarhutla sudah bisa mengantisipasi, sebelum kebakaran itu ada.

Menurut Hariansyah, tidak jalannya peran dan fungsi Pusdakarhutla bisa dibuktikan, dengan selalu terulangnya kasus Karhutla saat musim kemarau datang, setiap tahun.

"Saya menilai, Pusdakrhutla itu mandul. Tak ada peran dan fungsi yang seharusnya diberikan. Kalau memang alasan karena faktor alam, ini tugas sebagai pengendali. Melakukan langkah-langkah antisipasi sebelum terjadinya Karhutla," kata Hariansyah, Kamis (12/5).

Hariansyah berharap, selama ini Pusdakarhutla hanya melaksanakan fungsi yang bersifat tekhnis seperti memantau atau pun memberikan laporan tentang kepada perkembangan tentang Karhutla. Pada hal, lembaga ini didirikan untuk mengantisipasi terjadinya Karhutla.

Dia mencontohkan, saat datangnya musim kemarau yang disertai panas ektrim. Harusnya Pusdakarhutla telah mampu mempridiksi akan adanya Karhutla. Terutama pada kawasan gambut yang sangat mudah terbakar.

"Harusnya Pusdakarhutla bersama lembaga lingkungan lainnya sudah menerjunkan petugas pada titik lahan yang biasa terbakar. Jadi tidak perlu menunggu setelah terjadinya kebarakan itu," terang Hariansyah.

Ada pun paktor yang tidak kalah peting, yakni lemahnya penegakan hukum dalam menangani kasus kebakaran hutan dan lahan. Sehingga kejahatan lingkungan di Riau terus terjadi. 

"Jika kebakaran hutan dan lahan hanya diumumkan pemerintah tanpa disertai tindakan hukum, itu namanya sia-sia. Apalagi hukum bidang lingkungan di Riau telah lama mandul," tegasnya.

Hariansyah mengatakan, sebagian besar kasus-kasus kejahatan di bidang lingkungan yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir di wilayah hukum Provinsi Riau berakhir dengan tidak ada kejelasan.(Muh)



sumber ; http://www.halloriau.com/read-lingkungan-10588-2011-05-12-walhi-anggap-pusdakarhutla-riau-mandul.html

Jumat, 15 Juli 2011

Arara Abadi Alihkan Sungai dan Babat Green Belt di Pelalawan

Komisi D DPRD Pelalawan menggelar hearing membahas sengketa lahan warga Kesema dengan PT Arara Abadi. Dalam pertemuan tersebut, warga menuding perusahaan mengalihkan sungai dan membabat kawasan greeen balt.

Riauterkini-PANGKALANKERINCI-Manajer PT Arara Abadi akhirnya memenuhi panggilan ketiga Komisi B DPRD Pelalawan guna melakukan acara dengar pendapat dikantor DPRD Pelalawan Senin (11/7/11). Pada pertemuan tersebut terungkap, PT Arara Abadi, menggarap lahan Green belt, juga telah mengalihkan Sungai Medang, di desa Kesuma Kecamatan Pangkalankuras. 

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh puluhan perwakilan warga dusun dua Sei Medang desa Kesuma Kecamatan Pangkalankuras, pada pertemuan terbuka diruang lantai III kantor DPRD Pelalawan. Hadir pada pertemuan itu, Ketua DPRD Pelalawan H Zakri, Ketua Komis B Eka Putra dan sejumlah anggota, Herman Maskar, T Khairil, Ali Amran, Sunardi, Assiten I bidang Pemerintah Kabupaten Pelalawan T Muhklis, dan perwakilan manajer PT Arara Abadi. 

Dari pantauan dilapangan, tutur perwakilan masyarakat pada forum itu, menyebutkan, bahwasanya, dengan sengaja membabat habis lahan green belt. Padahal lahan ini sangat dilarang dan sebagai penyangga untuk kehidupan flora dan fauna disekitar kawasan PT Arara Abadi. "Ini tidak bisa dipungkiri, semua lahan yang di alokasikan untuk green belt habis dibabat oleh pihak perusahaan, kemudian kayunya di ambil untuk bahan baku perusahaan itu," tutur warga. 

Lucunya, kata warga, kayu dilahan green belt itu dibiarkan oleh pihak perushaan beberapa tahun, setelah itu, kayu itu dipungut lagi. "Modusnya seperti itu, lahan itu ditumbang terlebih dulu, kemudian beberapa tahun kemudian kayu itu diambil. Kayu-kayu alam itu dari lahan green belt ini, kami menyaksikan secara langsung," papar warga. 

Selain green belt itu, dibabat habis tutur warga, juga pihak perusahaan mengalihkan sungai Medang. Sehingga sungai yang dialih ke hilirnya menjadi dangkal. Padahal kata warga, sungai Medang ini menjadi salah satu mata pencarian masyarakat tempatan. "Pihak perusahaan juga dengan sengaja mengalihkan Sungai Medang, sungai ini yang berada di hilir menjadi dangkal, ikan-ikan sekaran sulit dicari," imbuhnya. 

Dengar pendapat antara Komisi B, PT Arara Abadi dan Warga Kesuma membahas masalah, sengketa lahan 4.300 hektar. Komisi B sepakat akan membentuk tim yang melibatkan beberapa komponen guna menyelesaikan masalah ini.

Menanggapi tudingan teresebut Humas Sinar Mas Forestry, induk perusahaan PT AA Nurul Huda ketika dihubungi riauterkini mengaku belum mendapat informasi. "Nanti saya tanya orang lapangan dulu. Nanti saya kabari," janjinya.

Namun hingga ditunggu beberapa jam, klarifikasi yagn dijanjikan belum kunjung dibeirkan Nurul Huda.***(feb) 



sumber ; http://riauterkini.com/lingkungan.php?arr=38010

Rabu, 13 Juli 2011

Vonis Bebas Ahok Menampar Institusi Hukum

TRIBUNPEKANBARU- Putusan majelis hukum Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memvonis bebas terdakwa kasus ilegal logging, Ahok mendapat kecaman keras dari aktivis lingkungan. Vonis mengejutkan tersebut dinilai sebagai bentuk kelumpuhan aparat hukum dalam mendukung usaha penyelamatan hutan Riau yang sudah porak poranda.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau, Hariansyah Usman menyatakan, vonis bebas menjadi cerminan kalau institusi hukum tidak memiliki kepekaan dalam masalah lingkungan dan kehutanan khususnya. Padahal, jalur hukum merupakan satu-satunya harapan untuk memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan kehutanan.
"Institusi Hukum gagal memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan lingkungan," Kata Hariansyah, Selasa (12/7) siang.
menurutnya, vonis hakim tersebut menciderai rasa keadilan bagi masyarakat. Di tengah euforia dan kampanye penyelamatan hutan digembar-gemborkan pemerintah, justru lembaga hukum tidak memberikan dukungan lewat putusan.
"Itu putusan ironis sekali, hukum yang kita harapkan bisa menjadi garda penghadang kerusakan hutan, ternyata juga bobol. sangat kita sayangkan sekali," kata Hariansyah.

Ia mempertanyakan keseriusan penanganan kasus tersebut mulai dari tingkat penyidikan, penuntutan, pemeriksaan perkara hingga vonis dijatuhkan. Menurutnya, jika memang proses hukum yang dilakukan aparat tidak lengkap,timpang dan kabur, maka hakim bisa saja memvonis bebas. "kami pertanyakan bagaimana kasus itu disidik dan di tuntut," tegasnya.
Menurut Hariansyah, kejaksaan harus mengajukan kasasi atas vonis bebas Ahok tersebut. pengajuan memori kasasi harus bisa memberikan keyakinan kepada hakim Mahkamah Agung agar putusan yang dikeluarkan nantinya berpihak pada perjuangan penyelamatan hutan.
ia menambahkan, jika jaksa bermain-main dalam pengajuan kasasi tersebut, maka diduga perkara tersebut sejak awal sudah di setting lemah. "kami akan pantau perkembangan kasus tersebut. kalau bermain-main, maka indikasi mafia hukumnya kuat," tegas Hariansyah.

Pekan lalu, majelis hakim PN Pekanbaru yang diketuai oleh Jahuri Effendi memvonis bebas terdakwa, Ahok. Jaksa penuntut umum Wilsa Riani sebelumnya menuntut Ahok hukuman 1,5 tahun. sementara itu, lebih sepekan setelah vonis bebas Ahok, kejaksaan negeri Pekanbaru tak kunjung melakukan upaya hukum kasasi ke MA.
Kepala seksi Pidana Umum Kejari Pekanbaru, Abun Hasbullah kepada Tribun, selasa (12/7) menyatakan pihaknya belum mendatarkan kasasi."Belum, tapi segera kami ajukan," terangnya lewat pesan singkat telpon seluler.
 Jaksa penuntut umum kasus Ahok, Wilsa Riani memastikan, pihaknya akan mengajukan kasasi tersebut. Menurutnya, masih ada waktu beberapa hari lagi untuk mengajukan kasasi. " Pastilah, kita pasti ajukan kasasi," kata Wilsa ditemui PN Pekanbaru. (ran)

Selasa, 12 Juli 2011

Waduh..., 14 Perusahaan Masih Beroperasi

menhut.jpg
BANGKINANG, TRIBUN - Dari ratusan perusahaan di Kabupaten Kampar, 14 di antaranya telah dicabut izin prinsip pelepasan kawasan hutan oleh Kementerian Kehutanan RI. Meski demikian, hingga kini perusahaan-perusahaan itu masih melakukan kegiatan produksinya.

Pada 14 April 2011 lalu, Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan menyatakan, dari 251 perusahaan di Indonesia telah dicabut izin prinsip pelepasan hutannya. Hal itu diungkapkan langsung oleh Menteri Kehutanan, Zulkifli di sela-sela saat menghadiri acara 3rd Indo Green Forestry Expo 2011.

Untuk membicarakan persoalan ini, Komisi I DPRD Kampar akan menggelar dengar pendapat hari ini, Selasa (28/6). Wakil rakyat mengundang perusahaan, Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan Kampar. 

Kepala Dinas Kehutanan Kampar, Asril Astaman saat dikonfirmasi membenarkan soal undangan tersebut. Namun, ia mengaku benar-benar tidak mengetahui soal izin prinsip tersebut. 

"Saya tidak tahu itu. Sama sekali tidak tahu. Kemarin saja Bupati pernah bilang soal itu," ujar Asril Astaman kepada Tribun, Senin (27/6), di kantornya. 

Ia mengatakan, surat pemberitahuan dari Kementerian Kehutanan RI atau Dinas Kehutanan Riau tidak pernah diterima soal pencabutan izin prinsip tersebut. Selain itu, Asril mengaku, tidak mengetahui soal jumlah perusahaan diduga bermasalah sebagaimana data yang sampai di tangan Tribun. 

Menurutnya, persoalan itu lebih diketahui oleh Dinas Perkebunan Kampar.
"Nggak tahulah. Entah sudah sampai di Dinas Provinsi (Dishut) Riau, nggak taulah. Ada yang bilang tujuh, 19, macamlah. Mungkin Dinas Perkebunan tahu itu," sambungnya.

Terpisah, Wakil Ketua I Komisi I DPRD Kampar, Miswar Pasai mengatakan, pertemuan tersebut untuk meminta kejelasan dari perusahaan dan instansi terkait lainnya. Diungkapkannya, dengar pendapat tersebut digelar untuk meminta pihak perusahaan dapat mengurus izin prinsip pelepasan kawasan hutan yang dikuasai perusahaan tersebut.

"Kalau memang nggak bisa diurus, kita harus tahu. Harus tahu konsekuensi hukumnya dan bisa diputuskan di pengadilan. Bisa-bisa nanti harus gulung tikar," jelas Miswar kepada wartawan.

Miswar menyesalkan sikap Dinas Perkebunan Kampar yang tidak pernah terbuka soal perizinan tersebut. Seingatnya, Dewan pernah meminta keterangan dari Dinas Perkebunan itu. 

Namun data tidak dapat disajikan sama sekali. "Dinas tidak pernah terbuka dengan anggota dewan," jelasnya. 

Ia menduga, adanya kongkalikong antara pemerintah dengan perusahaan. Pasalnya, pengurusan izin prinsip sejatinya harus melalui pemerintah. "Biasanya, ada yang sampai di gubernur. Sebelumnya, bupati harus mengeluarkan rekomendasi," katanya.

Undangan dengar pendapat (hearing) dilakukan bertahap. Miswar mengatakan, hari ini dijadwalkan dewan akan mengundang PT Flora Wahana Tata. Perusahaan ini merupakan satu dari perusahaan yang izin prinsipnya dicabut. Perusahaan ini memiliki 1.100 hektare di Kecamatan Gunung Sahilan dan Kampar Kiri Tengah. 

Pertanyakan Kepemilikan HGU
WAKIL Ketua Komisi I DPRD Kampar, Miswar Pasai mempertanyakan kepemilikan perizinan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan bermasalah tersebut. Pasalnya, HGU tidak bisa diterbitkan bila izin prinsip pelepasan kawasan hutan belum dimiliki.

Selain itu, persoalan HGU dapat disinergikan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kampar. Diungkapkannya, fakta di lapangan menunjukkan PAD mengalami penurunan, padahal perusahaan senantiasa terus berkembang. 
"Tahun 2009, PAD Rp 116 miliar untuk semua sektor. Tapi 2010, turun menjadi Rp 86 miliar. Bicara soal HGU berarti bicara soal pajak juga kan. Nah, ini kok malah turun PAD kita kalau perusahaan sudah punya HGU. Kalaupun ada, kemana dibayarkan pajak perusahaan itu?," ujarnya curiga. 

Miswar mencatat, PAD paling kecil di Kampar justru dari sektor kehutanan. 
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar soal pemanfaatan hutan oleh perusahaan. Ia berharap, pemerintah dapat menyelesaikan persoalan HGU di Kampar.

"Perusahaan yang tidak punya HGU, izinnya harus dicabut. Dan harus mengganti kerugian negara serta dampak sosial masyarakat yang ditimbulkan," pungkasnya.

Izin Perusahaan Dicabut 
Perusahaan                                     Luas     

1. PT. Perkebunan V (Sei Garo)            700 ha
2. PT. Ciliandra Perkasa                6.600 
3. PT. Flora Wahana Tata              1.100 
4. PT. Hutahaean (II)                    2.380 
5. PT. KPM Alkautsar/
    Ivo Mas Tunggal (IV)                8.250 
6. PT. Multi Mitra Prakarsa Raya (I)  3.000
7. PT. Padasa Enam Utama              3.890 
8. PT. Subur Arum Makmur              1630 
9. PT. Serikat Putra (II)              5.670 
10. PT. Torganda                          10.200 
11. PT. Unico Bima Sari (II)              4.430 
12. PT. Wanasari Nusantara (II)      5.500 
13. PT. Sakti Sawit Jaya              7.870
14. PT. Riau Muda Agrindo              11.000
Sumber : Departemen Kehutanan RI (Per Desember 2010)

Editor : junaidi