Minggu, 24 April 2011

RIAU darurat ekologi

Pekanbaru (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau menyatakan, provinsi itu berada dalam kondisi darurat ekologi yang dibuktikan dengan terus didera bencana seperti banjir, kebakaran hutan dan lahan, kabut asap serta kekeringan.

Pernyataan itu disampaikan Direktur Eksekutif WALHI Riau, Hariansyah Usman, beserta kalangan aktivis lingkungan kepada wartawan di Pekanbaru, Rabu, dalam rangka menjelang peringatan Hari Bumi yang jatuh setiap 22 April.

Menurut dia, kondisi darurat ekologi itu disebabkan pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah di Bumi Lancang Kuning itu hanya berorientasi kepada kepentingan ekonomi sesaat dan tidak ramah lingkungan. 

Eksploitasi terhadap hutan dan lahan di Riau yang dilakukan sejak tahun 1980-an atau dalam kurun waktu 30 tahun terakhir sama sekali tidak mempertimbangkan faktor keseimbangan ekologi dan hak-hak masyarakat tempatan.

Walhasil laju alih fungsi lahan untuk pembukaan areal perkebunan kelapa sawit tidak bisa dibendung dan kini terdapat 2,7 juta hektare tanaman sawit milik perusahaan dan kebun plasma serta 2 juta hektare areal Hutan Tanaman Industri (HTI) yang berdampak laju deforestasi di Riau kian semakin tinggi.

"Kondisi itu juga diperburuk oleh sisa tutupan hutan alam yang tidak lebih dari 2 juta hektare serta maraknya penjarahan dan pemalakan liar pada sejumlah kawasan konservasi, suaka marga satwa dan hutan lindung yang kini terus berlangsung," ujarnya.

Dengan kondisi alam itu, maka pada peringatan Hari Bumi WALHI Riau beserta aktivis lingkungan mendesak Gubernur Riau Rusli Zainal segera mengambil kebijakan untuk segera melakukan pemulihan hutan. 

Kondisi cuaca panas yang terjadi di Riau tidak terlepas dari kerusakan ekosistem hutan. "Gubernur perlu segera melakukan perbaikan secara konperhensif dan tindakan nyata untuk menyelamatkan hutan atau jika tidak maka Riau akan semakin panas dan dampak ekologis terus terjadi," tegasnya.

Koordinator Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari), Susanto Kurniawan, menambahkan, dewasa ini sedikitnya sekitar 51 persen dari total luas wilayah daratan Riau terutama kawasan gambut telah dibuka menjadi lahan perkebunan dan HTI.

"Laju kerusakan lahan gambut mencapai 135 ribu hektare per tahun akibat aktivitas ekonomi, sehingga Riau mengalami peningkatan suhu udara di atas normal yakni dua derajat Celcius dari yang seharusnya satu derajat Celcius," jelasnya. (M046/Z002)
Editor: Aditia Maruli

Kamis, 21 April 2011

Tubuh Dicat Merah Ekspresi Cuaca Ekstrim


Laporan Theo Rizky
PEKANBARU,TRIBUN - Sekitar 15 massa dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) berdiri membentangkan spanduk bertuliskan 'Pulihkan Riau Pulihkan Indonesia' di Depan Kantor Gubernur Riau, Jalan Sudirman, Pekanbaru, Kamis (21/4).

Uniknya, massa aksi damai yang rata-rata hanya menggunakan clana pendek tanpa baju tersebut mencat seluruh tubuhnya dengan cat warna merah, termasuk muka dan kaki, aksi tersebut dilakukan tanpa orasi, dan hanya diiringi sebuah gendang dan kibaran bendera-bendera putih Walhi

Menurut seorang pengunjuk rasa, Azan Zuri, hal ini merupakan ekspresi dari cuaca yang akhir-akhir ini tidak bersahabat, "Kami dari Walhi dan beberapa teman mahasiswa menggunakan cat warna merah untuk menunjukkan ekstrimnya cuaca di Riau," ujarnya sambil menjelaskan bahwa kerusakan-kerusakan alam terjadi karena ulah-ulah manusia yg mengekploitasi alam untuk keuntungan pribadi tanpa memperdulikan dampaknya.

"Krisis ekologis di Riau karena faktor ekspansi besar-besaran sehingga menyebabkan terjadi cuaca ekstrim," tambahnya. Masih menurut azan, sebenarnya Hari Bumi jatuh pada esok hari, tanggal 22 April, namun karena jatuh pada hari Jumat dan tanggal merah, aksi dilakukan hari ini.

Dalam pernyataan sikapnya pengunjuk rasa menuntut agar presiden SBY melaksanakan moratoriun penebangan hutan dan dilakukan pegakan hukum yang tegas bagi penjahat lingkungan baik pejabat maupun pengusaha. (Teo)


Editor : junaidi

Senin, 11 April 2011

Walhi Ingatkan Pemerintah Riau Soal Ekspansi Kebun Sawit

Walhi Ingatkan Pemerintah Riau Soal Ekspansi Kebun Sawit

TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau memberi peringatan dini kepada pemerintah Riau, perihal ambisi Riau sebagai produsen minyak sawit terbesar di Indonesia. Pasalnya, ekspansi kebun sawit di hutan gambut justru membuat kerusakan hutan, dan menggenjot emisi karbon di Provinsi Riau.

"Pada setiap kejadian bencana asap selalu saja ditemukan titik api didalam areal konsesi perusahaan kebun. Untuk itu penting momentum satu abad ini pemerintah Riau melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait ambisi menjadi produsen sawit terbesar," kata Direktur Walhi Riau, Hariansyah Usman kepada tribunnews.com melalui rilisnya, Sabtu (26/3/2011).

Dia menambahkan, dengan luas lahan lebih kurang 2, 8 juta hektar, hingga kini 35 persennya bahkan berkonflik dengan masyarakat setempat. 

Untuk diketahui, kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. 

Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit "Deli Dura". Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Halle.

Penulis: Ade Mayasanto  |   Editor: Ade Mayasanto

Selasa, 05 April 2011

M.S. Kaban Dilaporkan ke KPK Izin diteken 3 bulan sebelum lengser

01 Apr 2011

RIAU - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Riau dan Jaring Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari) melaporkan bekas Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Kaban diduga menerima ratifikasi dan kolusi dalam mengeluarkan izin perluasan lahan konsesi hutan tanaman industri di Riau.
Direktur Eksekutif Walhi Riau Hariansyah Usman mengatakan izin untuk PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Semenanjung Kampar, Pelalawan, Riau, itu me-labrak sejumlah aturan kehutanan. Melalui Surat Keputusan Nomor 327/Menhut-n/2009 tersebut, Kaban menambah izin hutan tanaman industri PT RAPP seluas 115 ribu hektare. Dengan demikian, hutan yang dikelola produsen bubur kertas itu menjadi 350.165 hektare.
Izin diteken Kaban tiga bulan sebelum lengser sebagai Menteri Ke-
hutanan."Izin pertama yang diteken saja sarat masalah, ini malah ditambah lagi luas hutannya. Kami minta KPK mengusut pihak yang memberi izin, mulai dari kepala dinas kehutanan, bupati, gubernur, hingga Menteri Kehutanan," kata Hariansyah pekan lalu.
Izin itu dinilai melanggar ketentuan yang tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 2004 tentang Kawasan Lindung Gambut. Politikus dari Partai Bulan Bintang itu mengizinkan perluasan lahan di lima wilayah kawasan lindung, yaitu Suaka Margasatwa Rimbang Bali-ung, Suaka Margasatwa Tasik Pulau Padang, Suaka Danau Besar, Suaka Tasik Belat, dan Taman Nasional Tesso Nilo. "Ini benar-benar pelanggaran berat. Hutan konservasi diizinkan untuk menjadi hutan tanaman industri," kata Hariansyah.
Dia melanjutkan, izin perluasan itu ternyata ditandatangani tanpa diukur terlebih dulu. Pengukuran dilakukan setelah izin diteken. Ini dijelaskan dalam surat keputusan yang diterbitkan Kaban. Di dalam surat yang salinannya diperoleh Tempo itu, antara lain, disebutkan luas area pembukaan akan dilakukan pengukuran.
Setelah dilakukan pengukuran, kata Hariansyah, terdapat selisih 7.000 hektare dari jumlah yang diizinkan, yaitu penambahan luas lahan sekitar 115 ribu hektare."Luas-nya ternyata menjadi 122 ribu hektare," katanya.
Kaban juga dinilai tak semestinya menggunakan rekomendasi Gubernur Riau Rusli Zainal. Alasannya, menurut Hariansyah, rekomendasi diteken oleh Rusli pada 11 November 2004. "Rekomendasi itu sudah usang dan tidak relevan lagi," katanya.
Koordinator Jikalahari Susanto Kurniawan mengatakan izin yang diteken Kaban itu bertolak belakang dengan pernyataan dia sebelumnya. Saat acara pencadangan desa konservasi pada 7 Mei 2008 di Jakarta, Kaban berjanji tidak akan mengeluarkan izin perubahan peruntukan hutan untuk tanaman industri di Riau.
Izin yang diteken Kaban hingga kini masih menuai kontroversi. Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi Kehutanan Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyatakan telah memerintahkan untuk mengevaluasi izin-izin yang diberikan kepada RAPP
Ketika dimintai konfirmasi terkait dengan izin tersebut, Kaban hanya berkomentar pendek. "Mengapa laporan Walhi selalu menjadi berita, padahal laporan itu hanya dugaan tanpa bukti?" katanya melalui pesan pendek kepada Tempo kemarin.
Dia juga mempersilakan pemerintah mengevaluasi izin tersebut. "Kalau itu alasannya, silakan evaluasi, itu hak pemerintah. Tapi jangan menuduh yang menimbulkan isu dan mematikan karakter pribadi," katanya.
Hingga semalam, pihak PT Riau Andalan Pulp and Paper tidak bisa dimintai konfirmasi. Telepon seluler Direktur Asia-Pacific Resources International Neil Franklin tidak diangkat. Pesan pendek yang dikirim Tempo juga tidak dibalas.

Aksi Hari Bumi



Rabu, 21 April 2010 12:15
Sambut Hari Bumi 2010, Walhi Serukan Pemulihan Riau

Besok Hari Bumi 2010, aktivis Walhi Riau menyambutnya dengan menggelar aksi turun ke jalan. Mereka menyuarakan pentingnya pemulihan Riau sebagai langkah pemulihan Indonesia.

Riauterkini-PEKANBARU- Sekitar 20 aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau menyambut kedatangan Hari Bumi 2010 yang jatuh besok, Kamis (22/4/10) dengan menggelar aksi turun ke jalan, Rabu (21/4/10). Aksi ini dipusatkan di awali di Jalan Jendral Sudirman, tepatnya di bundaran air mancur, depan Kantor Walikota Pekanbaru.

Dalam aksinya, aktivis Walhi membawa dua sepeda motor, sebagai simbol sikap hidup anti polusi, membentangkan spanduk dan ada empat aktivis yang melumuri tubuhnya dengan cat beda warna, hitam, hijau, kuning dan merah. Keempatnya menggelar aksi tratrikal di sepanjang aksi.
 

Massa Walhi kemudian memusatkan aksi di depan Kantor Gubernur Riau. Keinginan mereka masuk ke komplek kantor instansi nomor satu di provinsi ini tak kesampaian. Satpol Pamong Praja terlebih dahulu menutup rapat pintu pagar. Di depan pintu pagar yang terkunci mereka menggelar aksi.
 

Dalam selebaran tertulis yang dibagikan kepada khalayak dan wartawan, Walhi menilai kerusakan lingkungan di Riau sudah sangat parah. Sebagai indikasi, daerah ini tak henti-hentinya dirindung bencana. Mulai dari banjir, kabut asap dan terakhir temperatur udara yang kian ekstrim, yakni mencapai 35 derajat celsius.
 

Karena itu, Walhi mengajak semua pihak untuk bersama-sama memulihkan lingkungan hidup Riau. Langkah ini diyakini akan sangat penting bagi upaya memulihkan kelestarian alam Indonesia.
 

Aksi yang dikoordinatori Azan zuhri tersebut sama sekali tak ada yang menerima. Puluhan Satpol PP sekedar memperhatikan aksi dari balik pintu pagar. Setelah puas menyampaikan pesan, aktivis Walhi kemudian membubarkan diri.***(mad)