01 Apr 2011
RIAU - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Riau dan Jaring Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari) melaporkan bekas Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Kaban diduga menerima ratifikasi dan kolusi dalam mengeluarkan izin perluasan lahan konsesi hutan tanaman industri di Riau.
Direktur Eksekutif Walhi Riau Hariansyah Usman mengatakan izin untuk PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Semenanjung Kampar, Pelalawan, Riau, itu me-labrak sejumlah aturan kehutanan. Melalui Surat Keputusan Nomor 327/Menhut-n/2009 tersebut, Kaban menambah izin hutan tanaman industri PT RAPP seluas 115 ribu hektare. Dengan demikian, hutan yang dikelola produsen bubur kertas itu menjadi 350.165 hektare.
Izin diteken Kaban tiga bulan sebelum lengser sebagai Menteri Ke-
hutanan."Izin pertama yang diteken saja sarat masalah, ini malah ditambah lagi luas hutannya. Kami minta KPK mengusut pihak yang memberi izin, mulai dari kepala dinas kehutanan, bupati, gubernur, hingga Menteri Kehutanan," kata Hariansyah pekan lalu.
hutanan."Izin pertama yang diteken saja sarat masalah, ini malah ditambah lagi luas hutannya. Kami minta KPK mengusut pihak yang memberi izin, mulai dari kepala dinas kehutanan, bupati, gubernur, hingga Menteri Kehutanan," kata Hariansyah pekan lalu.
Izin itu dinilai melanggar ketentuan yang tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 2004 tentang Kawasan Lindung Gambut. Politikus dari Partai Bulan Bintang itu mengizinkan perluasan lahan di lima wilayah kawasan lindung, yaitu Suaka Margasatwa Rimbang Bali-ung, Suaka Margasatwa Tasik Pulau Padang, Suaka Danau Besar, Suaka Tasik Belat, dan Taman Nasional Tesso Nilo. "Ini benar-benar pelanggaran berat. Hutan konservasi diizinkan untuk menjadi hutan tanaman industri," kata Hariansyah.
Dia melanjutkan, izin perluasan itu ternyata ditandatangani tanpa diukur terlebih dulu. Pengukuran dilakukan setelah izin diteken. Ini dijelaskan dalam surat keputusan yang diterbitkan Kaban. Di dalam surat yang salinannya diperoleh Tempo itu, antara lain, disebutkan luas area pembukaan akan dilakukan pengukuran.
Setelah dilakukan pengukuran, kata Hariansyah, terdapat selisih 7.000 hektare dari jumlah yang diizinkan, yaitu penambahan luas lahan sekitar 115 ribu hektare."Luas-nya ternyata menjadi 122 ribu hektare," katanya.
Kaban juga dinilai tak semestinya menggunakan rekomendasi Gubernur Riau Rusli Zainal. Alasannya, menurut Hariansyah, rekomendasi diteken oleh Rusli pada 11 November 2004. "Rekomendasi itu sudah usang dan tidak relevan lagi," katanya.
Koordinator Jikalahari Susanto Kurniawan mengatakan izin yang diteken Kaban itu bertolak belakang dengan pernyataan dia sebelumnya. Saat acara pencadangan desa konservasi pada 7 Mei 2008 di Jakarta, Kaban berjanji tidak akan mengeluarkan izin perubahan peruntukan hutan untuk tanaman industri di Riau.
Izin yang diteken Kaban hingga kini masih menuai kontroversi. Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi Kehutanan Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyatakan telah memerintahkan untuk mengevaluasi izin-izin yang diberikan kepada RAPP
Ketika dimintai konfirmasi terkait dengan izin tersebut, Kaban hanya berkomentar pendek. "Mengapa laporan Walhi selalu menjadi berita, padahal laporan itu hanya dugaan tanpa bukti?" katanya melalui pesan pendek kepada Tempo kemarin.
Dia juga mempersilakan pemerintah mengevaluasi izin tersebut. "Kalau itu alasannya, silakan evaluasi, itu hak pemerintah. Tapi jangan menuduh yang menimbulkan isu dan mematikan karakter pribadi," katanya.
Hingga semalam, pihak PT Riau Andalan Pulp and Paper tidak bisa dimintai konfirmasi. Telepon seluler Direktur Asia-Pacific Resources International Neil Franklin tidak diangkat. Pesan pendek yang dikirim Tempo juga tidak dibalas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar