BANGKINANG, TRIBUN - Dari ratusan perusahaan di Kabupaten Kampar, 14 di antaranya telah dicabut izin prinsip pelepasan kawasan hutan oleh Kementerian Kehutanan RI. Meski demikian, hingga kini perusahaan-perusahaan itu masih melakukan kegiatan produksinya.
Pada 14 April 2011 lalu, Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan menyatakan, dari 251 perusahaan di Indonesia telah dicabut izin prinsip pelepasan hutannya. Hal itu diungkapkan langsung oleh Menteri Kehutanan, Zulkifli di sela-sela saat menghadiri acara 3rd Indo Green Forestry Expo 2011.
Untuk membicarakan persoalan ini, Komisi I DPRD Kampar akan menggelar dengar pendapat hari ini, Selasa (28/6). Wakil rakyat mengundang perusahaan, Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan Kampar.
Kepala Dinas Kehutanan Kampar, Asril Astaman saat dikonfirmasi membenarkan soal undangan tersebut. Namun, ia mengaku benar-benar tidak mengetahui soal izin prinsip tersebut.
"Saya tidak tahu itu. Sama sekali tidak tahu. Kemarin saja Bupati pernah bilang soal itu," ujar Asril Astaman kepada Tribun, Senin (27/6), di kantornya.
Ia mengatakan, surat pemberitahuan dari Kementerian Kehutanan RI atau Dinas Kehutanan Riau tidak pernah diterima soal pencabutan izin prinsip tersebut. Selain itu, Asril mengaku, tidak mengetahui soal jumlah perusahaan diduga bermasalah sebagaimana data yang sampai di tangan Tribun.
Menurutnya, persoalan itu lebih diketahui oleh Dinas Perkebunan Kampar.
"Nggak tahulah. Entah sudah sampai di Dinas Provinsi (Dishut) Riau, nggak taulah. Ada yang bilang tujuh, 19, macamlah. Mungkin Dinas Perkebunan tahu itu," sambungnya.
Terpisah, Wakil Ketua I Komisi I DPRD Kampar, Miswar Pasai mengatakan, pertemuan tersebut untuk meminta kejelasan dari perusahaan dan instansi terkait lainnya. Diungkapkannya, dengar pendapat tersebut digelar untuk meminta pihak perusahaan dapat mengurus izin prinsip pelepasan kawasan hutan yang dikuasai perusahaan tersebut.
"Kalau memang nggak bisa diurus, kita harus tahu. Harus tahu konsekuensi hukumnya dan bisa diputuskan di pengadilan. Bisa-bisa nanti harus gulung tikar," jelas Miswar kepada wartawan.
Miswar menyesalkan sikap Dinas Perkebunan Kampar yang tidak pernah terbuka soal perizinan tersebut. Seingatnya, Dewan pernah meminta keterangan dari Dinas Perkebunan itu.
Namun data tidak dapat disajikan sama sekali. "Dinas tidak pernah terbuka dengan anggota dewan," jelasnya.
Ia menduga, adanya kongkalikong antara pemerintah dengan perusahaan. Pasalnya, pengurusan izin prinsip sejatinya harus melalui pemerintah. "Biasanya, ada yang sampai di gubernur. Sebelumnya, bupati harus mengeluarkan rekomendasi," katanya.
Undangan dengar pendapat (hearing) dilakukan bertahap. Miswar mengatakan, hari ini dijadwalkan dewan akan mengundang PT Flora Wahana Tata. Perusahaan ini merupakan satu dari perusahaan yang izin prinsipnya dicabut. Perusahaan ini memiliki 1.100 hektare di Kecamatan Gunung Sahilan dan Kampar Kiri Tengah.
Pertanyakan Kepemilikan HGU
WAKIL Ketua Komisi I DPRD Kampar, Miswar Pasai mempertanyakan kepemilikan perizinan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan bermasalah tersebut. Pasalnya, HGU tidak bisa diterbitkan bila izin prinsip pelepasan kawasan hutan belum dimiliki.
Selain itu, persoalan HGU dapat disinergikan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kampar. Diungkapkannya, fakta di lapangan menunjukkan PAD mengalami penurunan, padahal perusahaan senantiasa terus berkembang.
"Tahun 2009, PAD Rp 116 miliar untuk semua sektor. Tapi 2010, turun menjadi Rp 86 miliar. Bicara soal HGU berarti bicara soal pajak juga kan. Nah, ini kok malah turun PAD kita kalau perusahaan sudah punya HGU. Kalaupun ada, kemana dibayarkan pajak perusahaan itu?," ujarnya curiga.
Miswar mencatat, PAD paling kecil di Kampar justru dari sektor kehutanan.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar soal pemanfaatan hutan oleh perusahaan. Ia berharap, pemerintah dapat menyelesaikan persoalan HGU di Kampar.
"Perusahaan yang tidak punya HGU, izinnya harus dicabut. Dan harus mengganti kerugian negara serta dampak sosial masyarakat yang ditimbulkan," pungkasnya.
Izin Perusahaan Dicabut
Perusahaan Luas
1. PT. Perkebunan V (Sei Garo) 700 ha
2. PT. Ciliandra Perkasa 6.600
3. PT. Flora Wahana Tata 1.100
4. PT. Hutahaean (II) 2.380
5. PT. KPM Alkautsar/
Ivo Mas Tunggal (IV) 8.250
6. PT. Multi Mitra Prakarsa Raya (I) 3.000
7. PT. Padasa Enam Utama 3.890
8. PT. Subur Arum Makmur 1630
9. PT. Serikat Putra (II) 5.670
10. PT. Torganda 10.200
11. PT. Unico Bima Sari (II) 4.430
12. PT. Wanasari Nusantara (II) 5.500
13. PT. Sakti Sawit Jaya 7.870
14. PT. Riau Muda Agrindo 11.000
Sumber : Departemen Kehutanan RI (Per Desember 2010)
Pada 14 April 2011 lalu, Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan menyatakan, dari 251 perusahaan di Indonesia telah dicabut izin prinsip pelepasan hutannya. Hal itu diungkapkan langsung oleh Menteri Kehutanan, Zulkifli di sela-sela saat menghadiri acara 3rd Indo Green Forestry Expo 2011.
Untuk membicarakan persoalan ini, Komisi I DPRD Kampar akan menggelar dengar pendapat hari ini, Selasa (28/6). Wakil rakyat mengundang perusahaan, Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan Kampar.
Kepala Dinas Kehutanan Kampar, Asril Astaman saat dikonfirmasi membenarkan soal undangan tersebut. Namun, ia mengaku benar-benar tidak mengetahui soal izin prinsip tersebut.
"Saya tidak tahu itu. Sama sekali tidak tahu. Kemarin saja Bupati pernah bilang soal itu," ujar Asril Astaman kepada Tribun, Senin (27/6), di kantornya.
Ia mengatakan, surat pemberitahuan dari Kementerian Kehutanan RI atau Dinas Kehutanan Riau tidak pernah diterima soal pencabutan izin prinsip tersebut. Selain itu, Asril mengaku, tidak mengetahui soal jumlah perusahaan diduga bermasalah sebagaimana data yang sampai di tangan Tribun.
Menurutnya, persoalan itu lebih diketahui oleh Dinas Perkebunan Kampar.
"Nggak tahulah. Entah sudah sampai di Dinas Provinsi (Dishut) Riau, nggak taulah. Ada yang bilang tujuh, 19, macamlah. Mungkin Dinas Perkebunan tahu itu," sambungnya.
Terpisah, Wakil Ketua I Komisi I DPRD Kampar, Miswar Pasai mengatakan, pertemuan tersebut untuk meminta kejelasan dari perusahaan dan instansi terkait lainnya. Diungkapkannya, dengar pendapat tersebut digelar untuk meminta pihak perusahaan dapat mengurus izin prinsip pelepasan kawasan hutan yang dikuasai perusahaan tersebut.
"Kalau memang nggak bisa diurus, kita harus tahu. Harus tahu konsekuensi hukumnya dan bisa diputuskan di pengadilan. Bisa-bisa nanti harus gulung tikar," jelas Miswar kepada wartawan.
Miswar menyesalkan sikap Dinas Perkebunan Kampar yang tidak pernah terbuka soal perizinan tersebut. Seingatnya, Dewan pernah meminta keterangan dari Dinas Perkebunan itu.
Namun data tidak dapat disajikan sama sekali. "Dinas tidak pernah terbuka dengan anggota dewan," jelasnya.
Ia menduga, adanya kongkalikong antara pemerintah dengan perusahaan. Pasalnya, pengurusan izin prinsip sejatinya harus melalui pemerintah. "Biasanya, ada yang sampai di gubernur. Sebelumnya, bupati harus mengeluarkan rekomendasi," katanya.
Undangan dengar pendapat (hearing) dilakukan bertahap. Miswar mengatakan, hari ini dijadwalkan dewan akan mengundang PT Flora Wahana Tata. Perusahaan ini merupakan satu dari perusahaan yang izin prinsipnya dicabut. Perusahaan ini memiliki 1.100 hektare di Kecamatan Gunung Sahilan dan Kampar Kiri Tengah.
Pertanyakan Kepemilikan HGU
WAKIL Ketua Komisi I DPRD Kampar, Miswar Pasai mempertanyakan kepemilikan perizinan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan bermasalah tersebut. Pasalnya, HGU tidak bisa diterbitkan bila izin prinsip pelepasan kawasan hutan belum dimiliki.
Selain itu, persoalan HGU dapat disinergikan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kampar. Diungkapkannya, fakta di lapangan menunjukkan PAD mengalami penurunan, padahal perusahaan senantiasa terus berkembang.
"Tahun 2009, PAD Rp 116 miliar untuk semua sektor. Tapi 2010, turun menjadi Rp 86 miliar. Bicara soal HGU berarti bicara soal pajak juga kan. Nah, ini kok malah turun PAD kita kalau perusahaan sudah punya HGU. Kalaupun ada, kemana dibayarkan pajak perusahaan itu?," ujarnya curiga.
Miswar mencatat, PAD paling kecil di Kampar justru dari sektor kehutanan.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar soal pemanfaatan hutan oleh perusahaan. Ia berharap, pemerintah dapat menyelesaikan persoalan HGU di Kampar.
"Perusahaan yang tidak punya HGU, izinnya harus dicabut. Dan harus mengganti kerugian negara serta dampak sosial masyarakat yang ditimbulkan," pungkasnya.
Izin Perusahaan Dicabut
Perusahaan Luas
1. PT. Perkebunan V (Sei Garo) 700 ha
2. PT. Ciliandra Perkasa 6.600
3. PT. Flora Wahana Tata 1.100
4. PT. Hutahaean (II) 2.380
5. PT. KPM Alkautsar/
Ivo Mas Tunggal (IV) 8.250
6. PT. Multi Mitra Prakarsa Raya (I) 3.000
7. PT. Padasa Enam Utama 3.890
8. PT. Subur Arum Makmur 1630
9. PT. Serikat Putra (II) 5.670
10. PT. Torganda 10.200
11. PT. Unico Bima Sari (II) 4.430
12. PT. Wanasari Nusantara (II) 5.500
13. PT. Sakti Sawit Jaya 7.870
14. PT. Riau Muda Agrindo 11.000
Sumber : Departemen Kehutanan RI (Per Desember 2010)
Editor : junaidi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar