Senin, 06 Juni 2011

Penegakan Hukum Terhadap 14 Perusahaan Yang Melakukan Ilegal-Logging di Riau Tersandera oleh Institusi Penegak Hukum


Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mendesak agar Kapolri segera mencabut SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) terhadap empat belas perusahaan perkayuan di Riau yang diduga mendapatkan surat izin tebang dengan cara ilegal dan janggal. Kasus ini bermula saat Kapolda Riau dijabat oleh Brigjend Sutjiptadi. Polda saat itu melakukan pemberkasan terhadap 200 tersangka dari 14 perusahaan perkayuan di Riau yang berada di bawah kepemilikian dua pabrik pulp dan kertas yakni PT Riau Andalan Pulp and Paper (Raja Garuda Mas/APRIL) dan PT Indah Kiat Pulp and Paper (Sinar Mas Groups/APP). Namun, 22 bulan berjalan dilakukan SP3 terhadap 13 perusahaan tersebut, dan menyusul kemudian 1 perusahaan.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menagih janji Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo. Pada saat Jendral Polisi Timur Pradopo diangkat menjadi Kapolri secara kontroversial, telah mencanangkan 10 (sepuluh) program prioritas yang dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya pelayanan prima yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Dalam melaksanakan 10 program tersebut, Kapolri telah membuat tahapan dalam pelaksanaannya yakni 100 hari pertama (November 2010 s/d Januari 2011) meliputi: a). Pengungkapan dan penyelesaian kasus-kasus menonjol; b). Meningkatkan pemberantasan terhadap kejahatan yang meresahkan masyarakat, yaitu preman, kejahatan jalanan, perjudian dan narkoba, serta kejahatan yang merugikan kekayaan negara yaitu illegal logging, illegal fishing, illegal mining, human trafficking dan korupsi.
Sejauh ini WALHI menilai bahwa Polri belum mengalami banyak perubahan baik secara struktural maupun kultural sesuai dengan tuntutan rakyat. Berbagai kasus menonjol yang menjadi perhatian, meresahkan dan merugikan rakyat belum mampu dituntaskan sesuai dengan janji yang telah disampaikan oleh Kapolri. Padahal, kasus ilegal logging yang dilakukan oleh 14 perusahaan di Riau tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara. Ditemukan kehilangan hutan seluas 188.593 Ha atau kehilangan kayu alam 16.882.702,28 m3 (volume rata-rata: 89,56 m3 per hektarnya). Ketiadaan proses hukum yang transparan dan akuntabel menunjukkan bahwa penegakan hukum serta Hak Asasi Manusia di Indonesia saat ini tersandera oleh institusi penegak hukum.
Mengacu pada fakta-fakta hukum dan dugaan adanya praktek mafia dibalik penghentian kasus 14 perusahaan tersebut maka Kapolri seharusnya mencabut SP3 atas perkara ini. WALHI yang tergabung dalam Koalisi Anti Mafia Hutan juga telah menyerahkan 12 nama aktor yang harus diteliti dugaan keterlibatannya dalam kasus ini kepada Satgas Anti Mafia Hukum, dengan komposisi: 2 dari level atas Polri, 1 mantan menteri, 1 jaksa, 2 kepala daerah, dan 3 mantan Kepala Dinas Kehutanan. Selain itu, dari unsur perusahaan perlu diperiksa 2 perusahaan induk dari 14 total perusahaan yang diduga bermasalah.
Selain itu, WALHI juga mendukung KPK untuk segera melakukan penegakan hukum yang tepat sasaran dan mendesak Menteri Kehutanan untuk segera memperbaiki 17 masalah sistemik yang dirilis KPK, sebagai bentuk perlawanan terhadap Mafia Huta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar