TELUK KUANTAN, HALUAN — Maraknya aksi penambangan emas tanpa izin (PETI) di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) sampai saat ini belum bisa dihentikan. Padahal, aktivitas PETI ini jelas-jelas ilegal dan melanggar undang-undang lingkungan.
Aksi PETI saat ini tidak lagi berlangsung secara sembunyi. Bahkan saat ini telah sampai ke tengah-tengah pemukiman masyarakat. Selain mengeluarkan suara yang bising, aktivitas PETI ini juga akan merusak lingkungan. Masyarakat juga dikhawatirkan akan terkena penyakit berbahaya.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Wilayah Riau, Hariansyah Usman saat dihubungi Selasa (7/6) menilai, aktivitas PETI yang masih berlanjut di Kuansing dikarenakan lemahnya pengawasan pemerintah daerah dan kurang tanggapnya pihak kepolisian.
"Pemerintah harus bertanggung jawab dan secepatnya bertindak terhadap indikasi tambang liar di Kuansing karena telah melanggar UU Lingkungan. Pihak kepolisian juga tidak harus menunggu laporan dari masyarakat atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat ulah PETI. Masyarakat di daerah memakai sumber air untuk kehidupan sehari-hari. Kalau tercemar akibat aktivitas PETI, siapa yang harus bertanggung jawab?" tanya Hariansyah Usman.
Menurutnya, aktivitas PETI ini akan menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan di Kuansing. Sumber air yang ada di Sungai Kuantan dan sungai lainnya akan tercemar dan tidak bisa dipakai masyarakat yang masih bergantung kepada sungai.
Hal ini seharusnya menjadi perhatian serius. Pemerintah dan pihak kepolisian harus bertindak cepat sebelum aktivitas PETI bertambah banyak dan mengancam lingkungan yang ada di Kuansing. "Kalau kita perhatikan di daerah lain, biasanya modus para pelaku PETI ini memakai bahan kimia yang bisa membahayakan masyarakat yang memakai sumber air sungai untuk kehidupan sehari-hari. Hal ini perlu jadi perhatian yang serius," ujarnya.
Heriansyah Usman juga menyerukan kepada masyarakat Kuansing agar melaporkan masalah ini ke pemerintah dan aparat berwenang. Menurutnya, masyarakat harus mendapatkan hak asasinya sebagai warga untuk mendapatkan kehidupan yang sehat. Masyarakat punya hak dan hak tersebut dilindungi undang-undang," ujarnya.
Madi, salah seorang warga Desa Banjar Padang, Kecamatan Kuantan Mudik yang ditemui wartawan koran ini Minggu (5/6), mengaku banyak masyarakat yang resah akibat aktivitas PETI ini.
Selama dua tahun aktivitas PETI di hulu Sungai Kuantan, dan saat ini telah sampai ke ibukota kecamatan, tepatnya didua desa yakni desa Koto Lubuk Jambi dan Pulau Binjai dan desa lainnya yang ada di hulu Sungai Kuantan, selama itu pula air Sungai Kuantan tak pernah jernih lagi. Masyarakat terpaksa mandi di sungai yang keruh setiap harinya.
PETI juga mengakibatkan sejumlah pulau di Sungai Kuantan yang ada di Kecamatan Kuantan Mudik tidak akan bisa dimanfaatkan warga lagi.
Masyarakat disekitar juga terganggu dengan suara bising yang muncul dari kapal dompeng. Masyarakat juga cemas dan khawatir, air PAM yang mengalir ke rumah-rumah yang ada di pusat kota Lubuk Jambi, jangan-jangan telah tercemar. (h/tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar